Klenteng Sam Poo Kong memiliki arsitektur perpaduan antara budaya Cina yang kental dengan budaya Jawa, dimana atap bangunan klenteng terlihat seperti bangunan joglo. Klenteng ini terdapat di Jl. Simongan, kawasan Gedong Batu Kota Semarang.
Sam Poo Kong adalah sebuah kuil Tionghoa yang dulunya adalah tempat persinggahan Laksamana Cheng Ho, seorang penjelajah asal Tiongkok yang beragama Islam. Di Kelenteng ini ada 3 bangunan utama beratap susun 3 dengan arsitektur khas Tiongkok, patung dewa-dewi serta pahatan batu pada dinding dan tiang-tiang bangunan. Sementara di depan Kelenteng terbesar ada patung Cheng Ho (1371-1435), sang duta perdamaian dari negeri Tiongkok.
Bangunan inti dari klenteng ini adalah sebuah gua batu dan merupakan tempat utama dari lokasi ini. Gua batu ini dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Ho beserta anak buahnya saat berkunjung ke Pulau Jawa. Di dalamnya terdapat patung yang dipercaya sabagai patung Sam Poo Tay Djien atau Laksamana Cheng Ho. Di lokasi ini juga bisa dijumpai altar dan makam orang-orang kepercayaan Laksamana Cheng Ho saat di Jawa, yang sering pula dikunjungi pengunjung untuk berziarah.
Pemberian nama bangunan/gedung tersebut cukup unik mengingat pemberian nama didasarkan pada benda yang berasal dari kapal tersebut. Sebagai contoh, Mbah Kiai Cundrik Bumi merupakan tempat segala jenis persenjataan yang digunakan untuk mempersenjatai awak kapal. Kiai/Nyai Tumpeng berkaitan dengan urusan makanan di kapal dan Kiai Djangkar tempat meletakkan jangkar kapal. Sedangkan Mbah Djurumudi diduga/dipercaya sebagai makam dari jurumudi kapal.
Klenteng Sam Poo Kong sendiri dibangun oleh masyarakat setempat, yang merupakan keturunan Tionghoa dan mayoritas penganut ajaran Kong Hu Cu. Walaupun berbeda keyakinan, mereka sangat menghormati sang Laksamana yang beragama Islam. Bahkan mereka memberi kombinasi warna hijau pada klenteng, yaitu warna khas ornamen Islam, dan salah satunya dirancang menghadap kiblat serta memiliki beduk.
Klenteng yang bisa mengajarkan kerukunan antar umat beragama ini dibangun pada abad ke-18 dengan nama Sam Poo Kong, yang berarti “seorang leluhur dengan tiga kekuatan”.