Substrate yang akan diaplikasikan cat tembok adalah beton/tembok yang dihasilkan dari lapisan semen/ mortar seperti diketahui sifat dasar semen adalah alkali (basa) dengan PH diatas 7 (netral). Oleh karena itu cat tembok yang diaplikasikan menempel pada semen tentunya harus memiliki sifat dasar alkali juga.
Karena jika tidak bersifat basa maka saat diaplikasikan bisa terjadi reaksi yang tidak diinginkan. Jika asam ketemu basa pada prinsipnya akan terjadi reaksi asam basa, sehingga akan mempengaruhi kualitas lapisan cat yang menempel dan juga mempengaruhi hal lain seperti terjadinya discolaboration, rusaknya polimer dan lain-lain sebagai tanda terjadinya reaksi kimia antara asam dan basa tersebut. Oleh karena itu hampir semua formulasi cat tembok dioptimalkan dalam keadaan alkali. Yaitu pada level PH antara 8-10. Selain itu kondisi basa ini adalah kondisi optimal dimana jenis additif akan berfungsi dan menjalankan fungsinya dalam formulasi cat tembok.
Additif yang membutuhkan alkali ini adalah thickener, dimana hampir semua membutuhkan kondisi alkali sehingga dapat mengembang dan berfungsi dengan baik dalam formulasi cat tembok. Oleh karena itu dalam penggunaan cat tembok selalu digunakan PH buffer untuk membantu mengkondisikan formulasi pada rentang PH alkali yang diinginkan yaitu level PH 8-10.
Jenis PH buffer paling umum dan paling banyak digunakan adalah larutan amoniak. Larutan ini ditambahkan sedikit pada saat mulai awal formulasi sehingga didapatkan level PH yang diinginkan. Selain larutan amoniak, pada larutan cat tembok high end biasa juga digunakan larutan Amino Methyl Propanol (AMP), yang berfungsi sebagai pH buffer sekaligus juga memberikan efek wetting pada pigment, sehingga dapat mengurangi kebutuhan dispersing agent, sehingga pada akhirnya mengurangi timbulnya bubble/foam. (sumber: tgcoatings.blogspot.com)